ETIKA BISNIS

                                                                TUGAS PERTEMUAN 8

                                    MAKALAH KEJAHATAN DAN KORUPSI KORPORASI

MATA KULIAH ETIKA BISNIS

 



 

Dosen Pengajar:

HJ.I.G.A.Aju Nitya Dharmani SST,SE,MM

 

Disusun Oleh :

Giolita Alifia Firdhana                     (01219072)

 

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NAROTAMA

2021


Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah / pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas / kejahatan.

Tindak pidana korupsi korporasi merupakan fenomena yang berkembang pesat dewasa ini. Perbuatan pidana tersebut dilakukan dengan berbagai modus, menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku dengan tujuan menguntungkan perusahaan. Perbuatan korupsi korporasi tersebut membawa dampak kerugian pada perekonomian dan keuangan negara, yang berdampak pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi korporasi sangat jarang dihadapkan di pengadilan. Biasnya pengurus korporasi saja yang mewakili perseroan di muka hukum. Sementara masyarakat menghendaki agar korupsi yang dilakukan korporasi tidak cukup menjerat direksinya saja, tetapi menjatuhkanjuga sanksi pidana pada korporasinya.

Korporasi dan Kejahatannya,berbicara masalah korporasi, maka kita tidak bisa melepaskan pengertian korporasi dalam lapangan hukum perdata. Sebab korporasi merupakan terminologi yang erat kaitannya dengan badan hukum (rechstpersoon) dan badan hukum itu sendiri merupakan terminologi yang erat kaitannya dengan bidang hukum perdata.

Kejahatan korporasi merupakan suatu bentuk kejahatan yang saat ini melanda hampir seluruh negara di dunia, yang menimbulkan kerugian secara meluas di masyarakat. Karakteristik kejahatan korporasi berbeda dengan kejahatan konvensional lainnya. Secara umum karakteristik kejahatan korporasi sebagai berikut,

Pertama, kejahatan tersebut sulit dilihat (low visibility), karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan yang normal dan rutin, melibatkan keahlian profesional dan sistem organisasi yang kompleks;

Kedua, kejahatan tersebut sangat kompleks (complexity) karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan dan pencurian serta seringkali berkaitan dengan sesuatu yang ilmiah, teknologis, financial, legal, terorganisir, dan melibatkan banyak orang dan berjalan bertahun-tahun;

Ketiga, Terjadinya penyebaran tanggungjawab (diffusion of responsibility) yang semakin luas akibat kompleksitas organisasi;

Keempat, Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization) seperti polusi dan penipuan;

Kelima, hambatan dalam penditeksian dan penuntutan (detection and prosecution) sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dengan pelaku kejahatan;

Keenam, peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law) yang sering menimbulkan kerugian dalam penegakan hukum; dan Ketujuh, sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku tindak pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi perbuatan tersebut illegal.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Korporasi Sebagai Subyek Hukum

Dewasa ini, dalam ilmu hukum pidana telah diterima baik di kalangan akademisi maupun kalangan praktisi suatu kejahatan khusus yang melibatkan perusahaan yang disebut corporate crime (kejahatan korporat). Kadang-kadang untuk kejahatan korporasi ini disebut juga dengan istilah “kejahatan korporasi” atau kejahatan organisasi (organizational crime). Kejahatan organisasi (organizational crime) harus dibedakan dengan “kejahatan terorganisir (organized crime)”, karena dengan organized crime yang dimaksudkan adalah kejahatn yang terorganisir yaitu kejahatan yang mempunyai sindikat kejahatan, seperti yang dilakukan oleh para mafia.

Dalam sistem hukum perdata belanda yang sampai saat ini masih dianut oleh sistem hukum di Indonesia, maka dikenal sebagai subyek hukum terbagi menjadi dua bentuk yaitu pertama, manusia (person) dan kedua, badan hukum (rechtperson). Dari pembagian subyek hukum tersebut diatas, apabila korporasi ini merupakan suatu subyek hukum yang dapat melakukan hubungan hukum, maka korporasi termasuk dalam kualifikasi badan hukum (rechtperson). Badan hukum (rechtperson) merupakan subyek hukum yang memiliki hak-hak dan kewajibannya sendiri sekalipun bukan manusia (person), dalam hal ini berbentuk sebagai badan atau organisasi yang terdiri dari sekumpulan orang yang bergabung untuk suatu tujuan tertentu serta memiliki kekayaan tertentu pula. Untuk bertindak dalam lalu lintas hukum maka badan hukum (rechtperson) tersebut diwakili oleh orang-orang yang bertindak untuk dan atas nama serta demi kepentingan badan hukum tersebut (mewakilinya).

Saat ini sebutan korporasi terus berkembang dan banyak ditemui dan tersebar dalam berbagai buku karangan. Bahkan dalam beberapa ketentuan aturan hukum yang dikeluarkan pemerintah juga telah dicantumkan katakata korporasi, misalnya dalam undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen serta berbagai aturan hukum lainnya.

2.2 Kedudukan Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Jika makna, sifat dan bentuk serta ruang lingkup dari permasalahan perumusan kejahatan korporasi menimbulkan berbagai persoalan karena sejak semula ia berakar pada apa yang dinamakan “white collar crime” maka terhadap permasalahan apakah korporasi dapat dipandang sebagai pribadi, lebih banyak menyangkut aspek hukum pidana. Dengan perkataan lain permasalahannya berkisar pada apakah suatu korporasi dapat dipidana atau tidak. Mereka yang menentang dipidanakannya korporasi berpendirian bahwa korporasi dalam konteks pengertian badan hukum, tidak dapat dipidana. Korporasi bukan seorang pribadi, meskipun dalam kenyataannya ia mengadakan aktivitas sebagai seorang pribadi, membuat transaksi dalam bidang perdagangan dan keuangan, membayar pajak dan sebagainya. Korporasi adalah suatu “pesona ficta” atau “legal faction” atau suatu fiksi hukum. Dengan demikian korporasi tidak bisa berbicara, tidak dapat mengeluarkan suara, dan tidak memiliki pikiran. Dengan perkataan lain korporasi untuk berbicara dalam bahasa hukum (pidana) tidak memiliki “actus reus” maupun “mens area”.

Yang dimaksud setiap orang sesuai ketentuan pasal 1 butir 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi, dengan demikian unsur barang siapa sebagai pelaku dalam hal ini adalah berupa orang perseorangan atau korporasi yang telah merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Mencermati perkembangan cara-cara perumusan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, ada tiga (3) sistem kedudukan korporasi sebagai pembuat dan pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana, yaitu :

a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawab

b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggungjawab

c. Korporasi sebagai pembuat dan bertanggungjawab. Dalam naskah rancangan KUHP baru tahun 2000 telah dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang obyektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku secara subyektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana) untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. Sedangkan syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana, harus ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.

Dengan demikian tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi ada beberapa kemungkinan pelakunya dimana antara pelaku yang satu mempunyai perbedaan tanggungjawab yang berbeda pula, terhadapnya dapat dituntut pertanggungjawaban pemenuhan pembayaran uang pengganti kerugian yang diderita negara oleh perbuatan dimaksud.

2.3 Pertanggung jawaban Pidana dalam Kejahatan Korporasi

Dalam praktik ada kemungkinan perusahaanlah yang melakukan kejahatan, baik perusahaan sendiri maupun bersama-sama dengan pengurus, komisaris atau pemilik perusahaan, maka munculah konsep “perusahaan pemeras” (corporateering). Dalam hal ini perusahaan lebih mengutamakan tindakannya yang melulu menguntungkan perusahaannya sendiri. Bila perlu dengan mencuri, merampok, menipu atau memalsukan laporan keuangan, tanpa mempedulikan kepentingan stakeholder-nya, pihak pesaing atau kepentingan masyarakat luas.

Dalam kaitan dengan bentuk pertanggungjawaban suatu badan hukum (korporasi) yaitu pemidanaan yang dijatuhkan terhadap badan hukum (korporasi itu sendiri) maka disimpulkan tentang ketentuan mengenai pemidanaan terhadap suatu badan hukum atau perserikatan, antara lain :

a. Bahwa pemidanaan itu pada prinsipnya bukan diarah tujukan kepada badan hukum atau perserikatan, tetapi sebenarnya kepada sekelompok manusia yang bekerja sama untuk sesuatu tujuan atau yang mempunyai kekayaan bersama untuk suatu tujuan yang tergabung dalam badan tersebut.

b. Adanya beberapa ketentuan yang harus menyimpang dari penerapan hukum pidana (umum) terhadap badan-badan tersebut dalam hal badan-badan itu dapat dipidana, seperti tidak mungkinnya menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan (pidana penjara, tutupan, kurungan) padanya dan tidak mungkinnya pidana denda diganti dengan pidana kurungan dan sebagainya.

Dengan demikian sekalipun hukum menempati posisi strategis dalam pengawasan sosial yang akan berdampak positif dan mampu berperan dalam upaya mewujudkan ketertiban (order), keadilan (justice) dan perkembangan sosial menuju masyarakat yang aman dan sejahtera lewat pembangunan, namun dalam hal peranan hukum pidana perlu disadari bahwa hukum pidana ditandai oleh keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada karakteristiknya.

2.4 Contoh Kejahatan Korupsi pada Korporasi

Kasus suap Meikarta menambah daftar korporasi yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali dicecar untuk mengusut tuntas terkait korporasi-korporasi yang terindikasi terlibat tindak pidana korupsi.

Terbaru lagi kasus PT Waskita Karya yang diduga terlibat dalam pidana korupsi proyek fiktif pada BUMN. Wakil Ketua KPK, Alex Marwata sebelumnya mengatakan tidak menutup kemungkinan perusahaan ini akan dikenai pidana korporasi jika dalam upaya melakukan proyek fiktif kepada empat sub-kontraktor turut berperan atau tidak melakukan tindakan pencegahan.

“Kami lihat juga nanti kadiv itu apakah dia ketika men-sub-kon (subkontraktor) apakah termasuk korporasi dan apa upaya-upaya yang dilakukan supaya tidak ada pekerjaan fiktif. Kalau dia tidak punya unit complaint berarti ini kan korporasinya tidak ada upaya untuk mencegah korupsi, tidak tertutup kemungkinan BUMN juga yang terlibat bisa kita tersangkakan,” kata Alex pada Rabu, (19/12) lalu.

Dalam upaya pencegahan terkait tindak pidana korporasi, KPK sudah meluncurkan program dengan nama Profit atau 'Profesional Berintegritas' sebagai gerakan membangun dunia usaha yang anti-praktik suap-menyuap. Alex menyebutkan, program ini mendorong perusahaan menjalankan usahanya menghindari praktik korupsi. Program itu juga menuntut agar korporasi secara aktif melakukan pengawasan. “Misalnya dari direksinya sendiri yang memberikan suap dengan menggunakan korporasi, ya pasti ada pengendalian internal di perusahaan yang nggak jalan,” kata Alex.

Sejalan dengan itu Zaenur mengingatkan pihak korporasi agar dapat menerapkan sistem integritas yang sudah dibentuk oleh KPK itu. Terutama sistem anti suap di dalamnya. Zaen juga mengatakan ada Sistem Manajemen Antisuap ISO 37001:2016 terkait Sistem Manajemen Anti Penyuapan yang juga harus diperhatikan oleh korporasi.


KESIMPULAN

Dalam hukum pidana telah terdapat suatu perkembangan atau perluasan mengenai subyek hukum pelaku tindak pidana yang semula hanya individu atau perorangan tetapi sekarang telah berkembang termasuk juga bagi badan hukum.

Korporasi dapat dimintai pertanggung jawaban dari apa yang telah dilakukan oleh agen agennya, yang dikenal dengan istilah “ actus reus” yang berarti bahwa perbuatan dilakukan harus dalam lingkup kekuasaannya, yang dengan kata lain dalam menjalankan tugas itu masih dalam cakupan tugas korporasi.

Keberadaan korporasi tidaklah dibentuk tanpa suatu tujuan dan pencapaian tujuan korporasi tersebut, selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia alamiah. Oleh karena itu, kemampuan bertanggung jawab oleh orang-orang berbuat untuk dan atas nama korporasi dialihkan menjadi kemampuan bertanggungjawab korporasi sebagai subyek tindak pidana.

DAFTAR PUSTAKA 

-, S. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi. Spektrum Hukum, 44.

T.Rahmawati, W. (2018, Desember 23 ). Ada satu kasus tindak pidana oleh korporasi per tahun hingga saat ini. Diambil kembali dari ada-satu-kasus-tindak-pidana-oleh-korporasi-per-tahun-hingga-saat-ini: https://nasional.kontan.co.id/news/ada-satu-kasus-tindak-pidana-oleh-korporasi-per-tahun-hingga-saat-ini

Toruan, H. D. (2014). Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Korporasi. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 397.

Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S. M. (2013). Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi. Journal of Chemical Information and Modeling, 1689-1699.

 



#bangganarotama  #generasiemas
#narotamajaya       #suksesituaku
#thinksmart           #pebisnismudanarotama

Komentar

Postingan Populer