UAS ETIKA BISNIS

 

UAS ETIKA BISNIS


Nama   : Giolita Alifia Firdhana

NIM    : 01219072

Kelas   : Manajemen A-01

Dosen  : Hj. I.G.A Aju Nitya Dharmani S. ST., S.E., M.M

 

Kasus Pelanggaran Etika Bisnis


1.      Pada tanggal 1 Mei muncul berita mengenai kebocoran data pengguna Tokopedia. Sebanyak 91 juta data yang dilaporkan sebagai data pengguna Tokopedia ditawarkan seharga US$5.000 di forum hacker. Dalam rilis resminya, Tokopedia menyatakan bahwa mereka "menemukan adanya upaya pencurian data terhadap pengguna Tokopedia."

2.      Pada tanggal 6 Mei, sebanyak 12,9 juta data pengguna Bukalapak kembali diperjualbelikan. Data ini diduga merupakan data yang bocor pada Maret 2019. Sementara Bukalapak mengakui adanya akses tidak sah terhadap cold storage mereka (rilis Bukalapak).

3.      Pada 10 Mei , sebanyak 1,2 juta data yang diduga data pengguna toko online Bhinneka diketahui bocor dan ditawarkan untuk dijual di forum pasar gelap online (dark web). Bhinneka menyatakan masih melakukan investigasi terhadap dugaan kebocoran tersebut.

Pelaku dari kejadian di atas adalah hacker. Pihak yang dirugikan dari kejadian tersebut adalah yang e-commerce yang bersangkutan serta pihak konsumen.

Ketiga perusahaan di atas menyatakan bahwa tidak ada data transaksi yang dibobol, data finansial tetap aman. Namun, data pribadi pengguna seperti tanggal lahir, alamat email, nomor telepon, bahkan alamat lengkap muncul sebagai teks tanpa enkripsi.  Ketiga perusahaan telah melindungi akun penggunanya dengan melakukan hashing terhadap password.  Tokopedia diduga menggunakan SHA384 sementara Bukalapak menggunakan algoritma SHA512 dan salt atau Bcrypt. Pada Bhinneka, password pengguna tampak seperti teks berformat Base64 encode atau hasil enkripsi dua arah.

Jenis pelanggaran : Ancaman utama terhadap keamanan e-commerce yang terlihat berpotensi menghancurkan tidak hanya bagi pelaku usaha tetapi juga konsumen.  Pada contoh kasus pelaku usaha sudah cukup bagus dalam melindungi akun penggunanya namun kurang memperhatikan data pribadi penggunanya dengan tidak memberikan enkripsi.

Ulasan dasar hukum pelanggaran : Di Indonesia sudah ada undang-Undang perdagangan dan perlindungan konsumen. Dalam konteks hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha telah diatur dengan jelas dan tegas. Untuk hak dan kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 4 dan 5 UU No 8 Tahun 1999, sedangkan untuk hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan 7 UU No 8 tahun 1999. Dalam pasal-pasal tersebut diatur bagaimana proporsi atau kedudukan konsumen dan usaha dalam suatu mekanisme transaksi bisnis atau perdagangan. Aspek tanggung jawab pelaku usaha dalam UU No 8 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Aspek ini berlaku pada saat pelaku usaha melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian bagi konsumen.

Beberapa regulasi telah dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mengatur transaksi di e-commerce dalam rangka melindungi konsumen, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) serta peraturan turunan yang menguatkan hal-hal yang belum diatur. “Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e[1]commerce) yang selanjutnya disingkat PMSE adalah Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik” merupakan bunyi dari pasal 1 ayat 2 (Republik Indonesia, 2019).

Pengaturan mengenai perlindungan terhadap data pribadi dibahas lebih lengkap dalam bab XI. Pasal 59 ayat 2 poin g menyatakan bahwa pihak yang menyimpan data pribadi harus mempunyai sistem pengamanan yang patut untuk mencegah kebocoran atau mencegah setiap kegiatan pemrosesan atau pemanfaatan data pribadi secara melawan hukum serta bertanggung jawab atas kerugian yang tidak terduga atau kerusakan yang terjadi terhadap data pribadi tersebut. Sehingga pelaku usaha wajib menyimpan data pribadi sesuai dengan standar perlindungan data pribadi.

Cara mengatasinya dengan harus  mampu memperkuat sistem hukum dan manajemen yang ada serta perlu ditingkatkan juga teknik kriptografi yang lebih canggih agar kemanan data bisa terjaga. Selama data pribadi pelanggan maupun data perusahaan e-commerce mudah diakses maka kejahatan pelanggaran data dan pencurian identitas akan menjadi kejahatan yang mudah dilakukan.

Serta lemahnya penegakan hukum akan mengurangi rasa takut tertangkap atau dituntut. Pemerintah harus menegakan peraturan yang ada dan menambahkan peraturan yang belum diatur. Pemerintah juga harus melindungi dan menjamin masyarakat dari kemungkinan yang timbul. Dengan adanya perlindungan, maka kekhawatiran akan tekanan/ancaman dari luar akan berkurang dan pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin maju.

4.     Kimia Farma

Kasus Rapid Test Antigen Bekas di Bandara

Dijelaskannya, para pelaku dapat melakukan atas perintah Kepala Kantor Wilayah atau Bussines Manager PT Kimia Farma Solusi yang ada di Kota Medan dan bekerjasama sesuai kontrak dengan pihak yang Angkasa Pura II dalam rangka melaksanakan tes swab antigen kepada para penumpang yang akan melaksanakan perjalanan udara.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostik Adil Fadhilah Bulqini mengatakan, tindakan petugas layanan rapid test antigen tersebut sangat merugikan perusahaan dan bertentangan dengan standard operating procedure (SOP) perusahaan. Serta merupakan pelanggaran sangat berat atas tindakan dari oknum pertugas layanan rapid test tersebut,

Pelaku dibalik kasus ini adalah sebanyak 5 orang ditetapkan sebagai tersangka., termasuk di dalamnya manajer PT Kimia Farma dan empat pegawai Kimia Farma.

Dari hal ini yang dirugikan tentunya adalah perusahaan farmasi ternama yaitu Kimia Farma serta pihak konsumen.

Jenis pelanggaran : Terkait dengan dugaan daur ulang alat kesehatan yang digunakan untuk rapid test antigen.
Ulasan dasar hukum pelanggaran : Dalam kasus ini, para pelaku dikenakan Pasal 98 ayat (3) Jo pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar jo Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda Rp 2 miliar. 
Cara mengatasinya : para pelaku tersebut harus berikan tindakan tegas dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku. Karena hal tersebut sangat merugikan perusahaan dan bertentangan dengan standard operating procedure (SOP) perusahaan serta UU yang berlaku.

5.     PT Asuransi Jiwasraya

 Kasus penyalah­gunaan dana PT Asuransi Jiwas­raya

Diduga ada pelanggaran kejujuran dan kehati-hatian. Menurut Budayawan Romo Benny Susetyo, kasus asuran­si Jiwasraya dan sejenis, akibat dari permainan spekulan den­gan jaringan bisnis keuangan dan menggunakan kedekatan orang berada lingkaran kekua­san.

Pelaku dari kasus ini adalah lima orang seb­agai tersangka. Kelima orang itu adalah Dirut PT Hanson In­ternational Tbk, Benny Tjok­rosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, He­ru Hidayat, mantan Direk­tur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwas­raya, Hendrisman Ra­him dan mantan Ke­pala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmir­wan. Pihak yang dirugikan adalah masyarakat atau orang ketiga.

Jenis pelanggaran : tindak pidana korupsi pengelolaan aset PT Asuransi Jiwasraya.

Ulasan dasar hukum pelanggaran : Terhadap seluruh tersangka, Kejaksaan Agung mengenakan dakwaan primair (primer) dan subsidair (subsider) yang terdiri dari:

1. Dakwaan primer meliputi Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Pasal 2 ayat (1) UU tersebut berbunyi: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000".

2. Dakwaan subsider meliputi Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cara mengatasinya : Norma Pasal 11 UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian tegas menyatakan bahwa perusahaan asuransi wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, yang tentunya dijalankan dengan itikad baik (te goeder trouw). Ketika itu dijalankan sebaliknya, alias tidak baik dalam ukuran hukum, pertanggungjawaban hukum mesti dijalankan. Dalam UU 40 tahun 2014, selain direksi dan komisaris, pihak bernama ‘Pengendali’ yang diatur OJK, dapat turut bertanggungjawab atas kerugian usaha asuransi sebagaimana diatur dalam norma Pasal 15. Oleh karena pengendali turut menentukan direksi dan komisaris. Keberhasilan tata kelola perusahaan Jiwasraya tidak bisa lepas dari pengawasan OJK. Lain halnya jika pihak Jiwasraya memberikan laporan, informasi ataupun data tidak benar kepada OJK, hingga menimbulkan kerugian usaha, direksi maupun komisaris dapat bertanggungjawab menurut hukum seperti dimaksud dalam Pasal 74 UU 40/2014.

Cara mengatasinya : Norma Pasal 11 UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian tegas menyatakan bahwa perusahaan asuransi wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, yang tentunya dijalankan dengan itikad baik (te goeder trouw). Ketika itu dijalankan sebaliknya, alias tidak baik dalam ukuran hukum, pertanggungjawaban hukum mesti dijalankan. Dalam UU 40 tahun 2014, selain direksi dan komisaris, pihak bernama ‘Pengendali’ yang diatur OJK, dapat turut bertanggungjawab atas kerugian usaha asuransi sebagaimana diatur dalam norma Pasal 15. Oleh karena pengendali turut menentukan direksi dan komisaris. Keberhasilan tata kelola perusahaan Jiwasraya tidak bisa lepas dari pengawasan OJK. Lain halnya jika pihak Jiwasraya memberikan laporan, informasi ataupun data tidak benar kepada OJK, hingga menimbulkan kerugian usaha, direksi maupun komisaris dapat bertanggungjawab menurut hukum seperti dimaksud dalam Pasal 74 UU 40/2014.



#bangganarotama

#febunnaraya

#prodimanajemen

#universitasnarotama

#dosenkuayurai

#etikabisnis

#missmanagement

Komentar

Postingan Populer