Dampak Corona Bagi Bisnis UMKM
Wabah virus corona atau covid-19 saat ini sedang mengguncang
ekonomi di dunia, tak terkecuali Indonesia.
Karena penyebarannya yang begitu cepat, tak bisa
dipungkiri virus corona berdampak pada perekonomian global.
Jika ekonomi global dan sektor perdagangan terganggu,
bagamaina dengan ekonomi Indonesia?
Kinerja perekonomian Indonesia jelas akan ikut
terdampak. Pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan nasional diprediksi
turut lesu sebagai dampak melorotnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan
global.
Usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) justru menjadi sektor paling rentan kena hantaman pandemi virus corona.
Sektor ini disebut ekonom tak bisa lagi menjadi penyangga perekonomian seperti
saat krisis ekonomi dan keuangan 1998 dan 2008.
Jumlah UMKM yang tersebar di
Indonesia sebanyak 62,9 juta unit yang meliputi perdagangan, pertanian,
peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan, bangunan,
komunikasi, hotel, restoran dan jasa-jasa.
Status
tanggap darurat yang diterapkan di beberapa wilayah akibat wabah virus corona,
membuat pekerja di sektor informal dan UMKM tak bekerja dan terpaksa pulang
kampung.
Ketua
Asoasasi UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun, mengungkapkan pendapatan usaha UMKM
"pupus" gara-gara wabah Covid-19, sehingga mereka kesulitan untuk
membayar biaya-biaya dan gaji atau honor pekerja. Dampaknya
adalah banyak dari pekerja UMKM terpaksa pulang kampung.
Saat Indonesia mengalami krisis
moneter 1998, UMKM menjadi penyangga ekonomi nasional. Menyerap tenaga kerja,
dan menggerakan perekonomian. Sementara 2008 di masa krisis keuangan global,
UMKM tetap kuat menopang perekonomian.
Namun, sektor ini tetap tak bisa
menahan krisis yang disebabkan Covid-19, kata Ekonom Senior Institute for
Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati.
"Sangat berbeda dengan
adanya Covid-19. Kalau krisis keuangan itu kan mereka yang tidak terafiliasi
dengan sektor keuangan, nggak masalah. Banyak UMKM kita yang memang tidak
pernah mendapatkan akses pembiayaan dari sektor finansial, ya aman-aman saja
gitu kan," kata Enny Sri Hartati saat dihubungi BBC Indonesia, Rabu
(18/03).
Enny melanjutkan, efek krisis
ekonomi dan keuangan sebelumnya lebih terlokalisir di sektor-sektor tertentu.
Kali ini, UMKM justru menjadi sektor yang paling rentan terhadap krisis ekonomi
karena Covid-19. "Nah kalau Covid-19 ini
kan sudah di ratusan negara, siapa pun nggak bisa dengan mudah terhindar,"
lanjut Enny.
Saat ini yang perlu dilakukan
pemerintah adalah mengendalikan penyebaran Covid-19. Sebab, menahan laju
penyebaran Covid-19 akan berpengaruh terhadap perekonomian.
"Kalau hitung-hitungan
ekonomi, kalau kita bandingkan nanti, kalau penyebaran tidak tertangani dan sampai
lockdown, itu jauh lebih besar cost-nya daripada langkah-langkah yang
diperlukan sekarang," kata Enny.
Selain itu, lanjut Enny, langkah
untuk tetap meningkatkan daya beli masyarakat juga perlu segera direspon dengan
cepat. "Apakah misalnya pembagian sembako, apakah misalnya bantuan
langsung tunai. Itu emergency response yang bisa dilakukan," katanya.
Realokasi APBN dan APBD
Dalam arahannya saat menggelar
rapat terbatas melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat
(20/03), Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajarannya untuk memangkas
rencana belanja yang dianggap tidak prioritas di saat sekarang ini baik yang
ada di APBN maupun APBD.
Presiden meminta realokasi APBN
dan APBD tersebut untuk tiga kegiatan prioritas pemerintah di tengah wabah
virus corona.
"Yaitu yang pertama di
bidang kesehatan, terutama dalam upaya pengendalian Covid-19. Yang kedua,
social safety net, atau bantuan sosial," ujarnya.
"Yang ketiga, yang berkaitan
dengan insentif ekonomi bagi pelaku usaha dan UMKM sehingga mereka bisa tetap
berproduksi dan terhindar dari terjadinya PHK," tambahnya.
Sebelumnya, juru bicara Presiden
RI, Fadjroel Rahman, mengatakan, pilihan solusi untuk UMKM nantinya dapat
berupa permodalan hingga pemasaran.
"Misalnya model pemasaran
nanti akan dibantu oleh aplikasi. penggunaan teknologi bisa jadi salah satu
pemecahan dalam kondisi yang sekarang ini. Termasuk pemerintah kan presiden
minta semua terukur, semua sistematis, semuanya masuk akal. Jangan sampai
seperti kejadian yang melakukan efek kejut begitu, masyarakat dijadikan
coba-coba," katanya.
Selain itu, kata Fadjroel,
pemerintah sedang mempercepat pencairan dana bantuan sosial melalui Program
Keluarga Harapan (PKH) tahap II sebesar Rp7 triliun bulan ini. Harapannya,
stimulus ini bisa menjaga daya beli masyarakat dan menekan persoalan ekonomi di
tengah pengendalian Covid-19.
"Karena ekonomi baru bisa
bergerak kalau uang masuk ke dalam perputarannya. Makanya termasuk Kartu
PraKerja kan disegerakan. PKH disegerakan," katanya kepada BBC News
Indonesia, Rabu (18/03).
Pandemi virus corona telah
memukul perekonomian secara global. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
mengalami kemerosotan terparah selama satu dekade terakhir atau mencapai 5%,
Kamis pekan lalu. Sementara rupiah terus melemah terhadap dolar AS atau tembus
Rp15.200 per Rabu (18/03).
OJK juga menyatakan, guna
meredam dampak lebih luas dari wabah virus corona (Covid-19), perbankan bakal
memberikan kemudahan pembayaran utang bagi pengusaha sektor usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM).
"Stimulus kemudahan, apakah itu berupa penundaan pembayaran
pokok, bunga, pokok dan bunga, silakan saja," ujar Ketua Dewan Komisioner
OJK Wimboh Santoso, di Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Menurut dia, berbagai pelonggaran tersebut akan tergantung pada
perbankan yang menyalurkan kredit.
Sektor UMKM yang bakal diberi
kelonggaran pengembalian utang pun dibebaskan, tetapi diutamakan untuk yang
paling terdampak wabah virus corona.
Pemerintah tengah menyiapkan bantuan sosial sektor informal dan stimulus ekonomi bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, UMKM untuk menjaga daya beli di tengah tekanan ekonomi akibat wabah Covid-19.
"Untuk sektor ya silakan
saja, apabila berdampak, diberikan," ujar dia.
Sebelumnya, OJK juga telah
menelurkan kebijakan pelonggaran penilaian kualitas kredit hanya berdasarkan
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp 10
miliar.
Selain itu, bank dapat melakukan
restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan tanpa melihat batasan plafon
kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM.
Kualitas kredit/pembiayaan yang
dilakukan restrukturisasi pun ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi.
Wimboh menjelaskan, berbagai
kebijakan tersebut digelontorkan agar beban arus kas perusahaan berkurang di
tengah wabah virus corona.
Sebab, tidak bisa dimungkiri, tak
hanya industri manufaktur besar saja yang mengalami kesulitan akibat akses
terhadap bahan baku yang kian terbatas, hal serupa juga terjadi di industri
UMKM.
"Jumlah kredit UMKM itu sekitar Rp 1.100 triliun dan UMKM
ini adalah sektor di garis terdepan yang kalau tidak diberikan kemudahan
bangkitnya lama," ujar Wimboh.
#bangganarotama
#narotamajaya
#thinksmart
#generasiemas
#suksesituaku
#pebisnismudanarotama
Komentar
Posting Komentar